Di sebuah pesantren yang terkenal dengan santri-santrinya yang rajin dan humoris, ada seorang santri bernama Udin.
Ia terkenal bukan hanya karena kepintarannya dalam menghafal kitab, tetapi juga karena sering mengalami kejadian kocak yang mengundang tawa teman-temannya.
Suatu hari, setelah selesai shalat Subuh berjamaah, Udin kembali ke kamarnya di asrama. Ia ingin tidur sebentar sebelum memulai kegiatan pagi. Namun, saat hendak melepas sarungnya, ia terkejut.
"Eh, kok sarungku hilang?" gumamnya sambil melihat ke bawah.
Udin kebingungan. Ia ingat betul bahwa tadi sebelum shalat, ia mengenakan sarung warna hijau kesayangannya. Tapi sekarang, ia hanya memakai celana pendek dan tidak menemukan sarungnya di mana pun!
"Pasti ada yang jahil!" pikirnya.
Tanpa berpikir panjang, Udin langsung keluar kamar dengan wajah panik, lalu berteriak di lorong asrama, "Siapa yang ambil sarungku?! Kembalikan sekarang juga!"
Para santri lain yang sedang bersiap-siap untuk mengaji pagi menoleh ke arahnya dengan ekspresi bingung.
"Udin, kamu kenapa?" tanya Hasan, teman sekamarnya.
"Sarungku hilang, San! Tadi aku pakai waktu shalat, tapi sekarang nggak ada!" jawab Udin dengan wajah serius.
Hasan berpikir sebentar, lalu tertawa, "Din, kamu sadar nggak?"
"Sadar apa?" Udin makin bingung.
Hasan menunjuk ke arah pinggang Udin. "Itu sarungnya masih kamu pakai di leher kayak syal!"
Sontak, seluruh santri yang mendengar langsung tertawa terbahak-bahak. Udin meraba lehernya dan benar saja, sarungnya masih melilit di sana seperti orang kedinginan.
Udin menepuk dahinya, lalu ikut tertawa. "Astaghfirullah, ternyata dari tadi sarungnya di sini! Pantas aja adem!"
Sejak kejadian itu, Udin semakin terkenal di pesantren, bukan hanya sebagai santri yang pintar, tapi juga santri yang suka bikin kejadian kocak. Dan setiap kali ada yang kehilangan sesuatu, teman-temannya pasti bercanda, "Coba cek di leher dulu, siapa tahu kayak Udin!"